Kisah Abu Nawas Yang Gila dan Lucu - Abu Nawas adalah seorang
sufi besar yang memiliki banyak kisah-kisah konyol. Akan tetapi, di
balik kekonyolanya selalu memiliki arti dan makana tersendiri yang akan
terjawab di ahir kisahnya. kisah humor abu nawas ini sengaja Blog
dongeng terbaru hadirkan, di kutip dari buku Abu Nawas si penggeli hati,
tanpa mengubah isi atau alur cerita yang ada. Hanya share untuk di
ambil hikmah sama-sama. Nah sobat bog dongeng terbaru semua, selamat
menikmati Kisah Humor Abu Nawas si penggeli hati berikut ini. :)
Siapakah Abu Nawas? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama
besar ini— sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya
orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada
tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa.
Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan
orang-orang badui padang pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa
Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab", la juga pandai
bersyair, berpantun dan menyanyi. la sempat pulang ke negerinya, namun
pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada
Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Mari kita mulai
kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan
Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah
tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu
Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur
jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan
Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai
tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan
mendo'akannya, maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi
atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun... demi mendengar rencana sang Sultan.
Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila.
Usai
upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang
pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang
pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya.
Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada
hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup
banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia
mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua
orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu
Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
"Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana." kata wazir utusan Sultan.
"Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya."jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu."
"Hai
wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan
di sungai supaya bersih dan segar." kata Abu Nawas sambil menyodorkan
sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.Si wazir hanya
geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.
"Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?" kata wazir
"Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau." kata Abu Nawas.
"Apa maksudnya Abu Nawas?" tanya wazir dengan rasa penasaran.
"Sudah
pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu." sergah Abu Nawas
sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan
teman-temannya.Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas.
Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada
Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan
berkata,"Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu Nawas kemari saja
tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka
rela ataupun terpaksa."
Si wazir segera mengajak beberapa
prajurit istana. Dan dengan paksa Abu Nawas di hadirkan di hadapan
raja.Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan
tingkahnya ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
"Abu Nawas bersikaplah sopan!" tegur Baginda.
"Ya Baginda, tahukah Anda....?"
"Apa Abu Nawas...?"
"Baginda... terasi itu asalnya dari udang !"
"Kurang ajar kau menghinaku Nawas !"
"Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?"
Baginda
merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada
para pengawalnya. "Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali"
Wah-wah!
Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli
tentara yang bertubuh kekar.Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar
istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.
"Hai
Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah
mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau
diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau
satu bagian, aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?"
"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepada tadi?"
"lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?"
"Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!"
"Wan ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda."
Tanpa
banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar
lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang
itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi
gila. Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas
meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke
rumahnya.Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya
kepada Sultan Harun Al Rasyid.
"Ya, Tuanku Syah Alam,
ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang teiah
memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba
mohom keadilan dari Tuanku Baginda."
Baginda segera
memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas
berada di hadapan Baginda ia ditanya."Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah
memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali
pukulan?"
Berkata Abu Nawas,"Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu."
"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang itu?" tanya Baginda.
"Tuanku,"kata
Abu Nawas."Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan
perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah
tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya.
Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka
saya berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya."
"Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Benar Tuanku,"jawab penunggu pintu gerbang.
"Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan."
"Hahahahaha
IDasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!"sahut Baginda."Abu
Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu
gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka narget, suka memeras orang!
Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat
dan menghukum kamu!"
"Ampun Tuanku,"sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar.
Abu
Nawas berkata,"Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat,
tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tiada bersalah.
Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang
karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk
keluarga hamba."
Sejenak Baginda melengak, terkejut atas
protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,
"Hahahaha...jangan kuatir Abu Nawas."
Baginda kemudian
memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang perak kepada
Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira.Tetapi sesampai di
rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan semakin nyentrik
seperti orang gila sungguhan.
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya.
"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai kadi?"
Wazir
atau perdana meneteri berkata,"Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin
parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi
kadi." Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.
"Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi."
"Baiklah,
kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja
mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain
saja."
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila,
maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau
penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan
besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi
Kadi, la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui
jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya
menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda
menyetujuinya.Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu
Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan.
"Alhamdulillah aku telah
terlepas dari balak yang mengerikan. Tapi.,..sayang sekali kenapa harus
Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja."
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila?
Ceritanya begini.. Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak
meninggal dunia ia panggii Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun
datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai.Berkata bapaknya,
"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu
Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga
kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri
berbau sangat busuk.
"Bagamaina anakku? Sudah kau cium?"
"Benar Bapak!"
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku int."
"Aduh
Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau
harum sekali. Tapi... yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?"
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini."
Berkata
Syeikh Maulana "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya
kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi
karena aku tak suaka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah resiko
menjadi Kadi (Penghulu). Jia kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan
mengalami hai yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka
buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh
Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid
pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi."
Nan, itulah
sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan
diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada
masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Walaupun
Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh
sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa
datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja
yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.